PERILAKU ANXIETY MASYARAKAT PADA MUSIM PANDEMIC COVID 19, BISA SAJA ANDA TERKENA PSIKOSOMATIS. JANGAN SAMPAI CEMAS MENURUNKAN IMUN TUBUH ANDA!
Halo! Kali ini ada artikel yang uda kutulis lama tapi baru sempet post. Enjoy💓
Covid 19 saat ini menjadi perbincangan hangat orang-orang diseluruh penjuru dunia, pandemic ini awalnya dimulai dari virus yang berasal dari China atau lebih tepatnya kota Wuhan, pada Desember 2019. Virus ini berjenis Sars-Cov2 yang awalnya diberi nama 2019-nCov (novel coronavirus 2019) yang kemudian diganti menjadi Covid 19 (coronavirus disease 2019). Penyebaran virus ini melalui kontak manusia dengan manusia, ini bisa terjadi ketika melakukan kontak fisik atau menyentuh bekas sentuhan pengidap virus yang mengeluarkan cairan baik melalui batuk, bersin, cairan mata dan luka. Persebaran virus ini sangatlah cepat dan efek yang muncul jika terpapar sedikit unik, gejala nya seperti flu akan tetapi lebih ekstrem karena bisa saja penderita mengalami pneumonia (radang paru-paru). Saat ini pasien yang dinyatakan terpapar virus corona sudah sangatlah banyak, di Indonesia sendiri pada tanggal 23 Maret 2020 pasien yang dinyatakan positif sebanyak 579 jiwa, angka yang terbilang fantastis. Pemerintahan juga mengambil tindakan untuk permasalahan ini yaitu dengan mencanangkan work from home dan study at home atau dalam istilah lain melakukan karantina dan isolasi diri.
Tentunya musim pandemic ini menimbulkan beberapa permasalahan muncul, tentunya yang utama adalah permasalahan kesehatan baik fisik maupun psikis seseorang, kemudian permasalahan ekonomi pun muncul. Akan tetapi bahasan menarik menganai orang-orang yang tidak terpapar oleh virus ini dan merasa sangat inseure dan cemas berlebih, di benak mereka sering muncul pemikiran seperti ini “bagaimana jika saya terpapar?” “saya harus melakukan tindakan preventif”. Pemikiran seperti itulah yang memunculkan kecemasan pada masyarakat, kecemasan in menimbulkan berbagai perilaku yang mempengaruhi psikis seseorang yang belum terpapar virus ini. Kecemasan sendiri emosi yang ditandai oleh perasaan tegang, pikiran cemas, dan perubahan fisik seperti peningkatan tekanan darah, dikutip dari American Psychological Association.
Perilaku-perilaku kecemasan yang ditunjukan berupa menaati anjuran-anjuran yang disarankan oleh tenaga medis dana pemerintah seperti melakukan rajin melakukan cuci tangan sesuai prosedur, menjaga jarak dengan orang lain sejauh satu meter, selalu menggunakan handsanitizer, mengurangi riwayat perjalanan, mengisolasi diri dan tentunya perilaku pasif seperti berfikir keras mengenai permasalahan ini dan lainnya. Perilaku tersebut masih tergolong pada perilaku yang normal, semua orang mengalami hal yang sama, akan tetapi hal ini ini akan menjadi tidak baik ketika berlebihan porsinya.
Terdapat sebuah kasus seseorang yang melakukan perjalanan regional atau dalam kota, orang tersebut menggunakan fasilitas umum untuk sampai ketempat tujuan yang dituju. Dalam perjalanannya ia merasa sangat was-was terhadap orang-orang disekitarnya dan ada salah seorang yang batuk sedikit keras, hal ini menimbulkan fikiran-fikiran negative pada orang tersbut. Kemudian sesampainya dirumah ia semakin memikirkan hal tersebut dan ia merasa suhu badan nya berubah. Sehari setelah perjalanan itu ia merasakan fisiknya mengalami gejala seperti penderita terpapar. Ia semakin merasa cemas dan pikirannya terdistorsi oleh kecemasan yang tumbuh dalam diri orang tersebut, ia meminta seluruh keluarganya untuk menghindar darinya dan memutuskan untuk mengurung diri di kamar untuk beberapa hari. Pada tujuh hari setelah perjaanan itu ia mengalami sesak nafas yang hebat dan itu membuat pemikiran negative tadi semakin menjadi-jadi dan menguasai dirinya, ia berfikiran sebelumnya ia tidak pernah memiliki riwayat penyakit paru-paru. Ia memutuskan untuk melakukan test, kemudian dinyatakan negative dan sehat.
Kasus diatas menjelaskan bahwa sebenarnya psikis akan sangat berpengaruh terhadap persebaran virus itu. Jika dijelaskan dalam dunia psikologi mungkin orang tersebut mengalami gangguan psikosomatis. Psikosomatis merupakan penyakit yang melibatkan pikiran dan tubuh seseorang, kondisi mental seseorang dapat mempangaruhi kondisi fisik.
Pada dasarnya memang orang tersebut mengalami gejala flu dan untuk sesak nafas inilah yang menjadi penyakit fisik yang disebabkan oleh kondisi mental. Pemikiran orang tersebut meyakini bahwa ia terpapar virus corona sehingga impuls yang disampaikan pada otak maka menjelaskan mengenai gejala yang sudah ia mengerti sebelumnya jika terpapar corona itu seperti apa. Kemudian impuls tersebut disebarkan ke seluruh tubuh orang tersebut dan jadilah ia mengalami sesak nafas, disini jelas sebelumnya ia tidak memiliki riwayat penyakit yang menyebabkan sesak nafas.
Kasus diatas menjelaskan bahwa selain merawat kesehatan fisik tentunya sangat penting merawat kesehatan mental. Karena jika ini terjadi terus-menerus pada orang banyak bisa saja menimbulkan permasalahan baru dan justru memperluas penyebaran viru itu, mengapa? Jika orang merasa cemas dengan keadaannya tentunya ia akan mencoba memerikasakan dirinya ke rumah sakit terdekat, lalu jika ternyata ia sebenarnya tidak terpapar virus dan justtu terpapar virus ketika ia di rumah sakit dan bertemu dengan orang terpapar.
Menghadapi permasalahan ini memang tidak mudah, semua orang stress menghadapi pandemic ini, akan tetapi hindari agar pikiran kalut terhadap permasalahan ini. Anda harus selalu melakukan afirmasi positif terhadap diri anda dan menyebarkan energy positif untuk orang terkasih. Memang kita harus mengerti mengenai informasi virus ini, boleh dan sangat bijak, akan tetapi jangan sampai hal ini membuat pikiran anda terdistorsi. Selama masa-masa karantina ini anda bisa melakukan kegiatan anjuran tenaga medis dan pemerintah, akan tetapi juga melakukan hal-hal kecil yang membuat jiwa anda merasa tenang dan damai. Misalkan anda melakukan kegiatan yang anda sukai, memasak, berkebun, membaca buku, belajar, menonton film dan having time with family. Penjelasan ini berakhir dan semoga artikel ini bermanfaat, terimakasih.
Oke segitu dulu yaaa, dadaaaa.
Nubdati Ikromah
Covid 19 saat ini menjadi perbincangan hangat orang-orang diseluruh penjuru dunia, pandemic ini awalnya dimulai dari virus yang berasal dari China atau lebih tepatnya kota Wuhan, pada Desember 2019. Virus ini berjenis Sars-Cov2 yang awalnya diberi nama 2019-nCov (novel coronavirus 2019) yang kemudian diganti menjadi Covid 19 (coronavirus disease 2019). Penyebaran virus ini melalui kontak manusia dengan manusia, ini bisa terjadi ketika melakukan kontak fisik atau menyentuh bekas sentuhan pengidap virus yang mengeluarkan cairan baik melalui batuk, bersin, cairan mata dan luka. Persebaran virus ini sangatlah cepat dan efek yang muncul jika terpapar sedikit unik, gejala nya seperti flu akan tetapi lebih ekstrem karena bisa saja penderita mengalami pneumonia (radang paru-paru). Saat ini pasien yang dinyatakan terpapar virus corona sudah sangatlah banyak, di Indonesia sendiri pada tanggal 23 Maret 2020 pasien yang dinyatakan positif sebanyak 579 jiwa, angka yang terbilang fantastis. Pemerintahan juga mengambil tindakan untuk permasalahan ini yaitu dengan mencanangkan work from home dan study at home atau dalam istilah lain melakukan karantina dan isolasi diri.
Tentunya musim pandemic ini menimbulkan beberapa permasalahan muncul, tentunya yang utama adalah permasalahan kesehatan baik fisik maupun psikis seseorang, kemudian permasalahan ekonomi pun muncul. Akan tetapi bahasan menarik menganai orang-orang yang tidak terpapar oleh virus ini dan merasa sangat inseure dan cemas berlebih, di benak mereka sering muncul pemikiran seperti ini “bagaimana jika saya terpapar?” “saya harus melakukan tindakan preventif”. Pemikiran seperti itulah yang memunculkan kecemasan pada masyarakat, kecemasan in menimbulkan berbagai perilaku yang mempengaruhi psikis seseorang yang belum terpapar virus ini. Kecemasan sendiri emosi yang ditandai oleh perasaan tegang, pikiran cemas, dan perubahan fisik seperti peningkatan tekanan darah, dikutip dari American Psychological Association.
Perilaku-perilaku kecemasan yang ditunjukan berupa menaati anjuran-anjuran yang disarankan oleh tenaga medis dana pemerintah seperti melakukan rajin melakukan cuci tangan sesuai prosedur, menjaga jarak dengan orang lain sejauh satu meter, selalu menggunakan handsanitizer, mengurangi riwayat perjalanan, mengisolasi diri dan tentunya perilaku pasif seperti berfikir keras mengenai permasalahan ini dan lainnya. Perilaku tersebut masih tergolong pada perilaku yang normal, semua orang mengalami hal yang sama, akan tetapi hal ini ini akan menjadi tidak baik ketika berlebihan porsinya.
Terdapat sebuah kasus seseorang yang melakukan perjalanan regional atau dalam kota, orang tersebut menggunakan fasilitas umum untuk sampai ketempat tujuan yang dituju. Dalam perjalanannya ia merasa sangat was-was terhadap orang-orang disekitarnya dan ada salah seorang yang batuk sedikit keras, hal ini menimbulkan fikiran-fikiran negative pada orang tersbut. Kemudian sesampainya dirumah ia semakin memikirkan hal tersebut dan ia merasa suhu badan nya berubah. Sehari setelah perjalanan itu ia merasakan fisiknya mengalami gejala seperti penderita terpapar. Ia semakin merasa cemas dan pikirannya terdistorsi oleh kecemasan yang tumbuh dalam diri orang tersebut, ia meminta seluruh keluarganya untuk menghindar darinya dan memutuskan untuk mengurung diri di kamar untuk beberapa hari. Pada tujuh hari setelah perjaanan itu ia mengalami sesak nafas yang hebat dan itu membuat pemikiran negative tadi semakin menjadi-jadi dan menguasai dirinya, ia berfikiran sebelumnya ia tidak pernah memiliki riwayat penyakit paru-paru. Ia memutuskan untuk melakukan test, kemudian dinyatakan negative dan sehat.
Kasus diatas menjelaskan bahwa sebenarnya psikis akan sangat berpengaruh terhadap persebaran virus itu. Jika dijelaskan dalam dunia psikologi mungkin orang tersebut mengalami gangguan psikosomatis. Psikosomatis merupakan penyakit yang melibatkan pikiran dan tubuh seseorang, kondisi mental seseorang dapat mempangaruhi kondisi fisik.
Pada dasarnya memang orang tersebut mengalami gejala flu dan untuk sesak nafas inilah yang menjadi penyakit fisik yang disebabkan oleh kondisi mental. Pemikiran orang tersebut meyakini bahwa ia terpapar virus corona sehingga impuls yang disampaikan pada otak maka menjelaskan mengenai gejala yang sudah ia mengerti sebelumnya jika terpapar corona itu seperti apa. Kemudian impuls tersebut disebarkan ke seluruh tubuh orang tersebut dan jadilah ia mengalami sesak nafas, disini jelas sebelumnya ia tidak memiliki riwayat penyakit yang menyebabkan sesak nafas.
Kasus diatas menjelaskan bahwa selain merawat kesehatan fisik tentunya sangat penting merawat kesehatan mental. Karena jika ini terjadi terus-menerus pada orang banyak bisa saja menimbulkan permasalahan baru dan justru memperluas penyebaran viru itu, mengapa? Jika orang merasa cemas dengan keadaannya tentunya ia akan mencoba memerikasakan dirinya ke rumah sakit terdekat, lalu jika ternyata ia sebenarnya tidak terpapar virus dan justtu terpapar virus ketika ia di rumah sakit dan bertemu dengan orang terpapar.
Menghadapi permasalahan ini memang tidak mudah, semua orang stress menghadapi pandemic ini, akan tetapi hindari agar pikiran kalut terhadap permasalahan ini. Anda harus selalu melakukan afirmasi positif terhadap diri anda dan menyebarkan energy positif untuk orang terkasih. Memang kita harus mengerti mengenai informasi virus ini, boleh dan sangat bijak, akan tetapi jangan sampai hal ini membuat pikiran anda terdistorsi. Selama masa-masa karantina ini anda bisa melakukan kegiatan anjuran tenaga medis dan pemerintah, akan tetapi juga melakukan hal-hal kecil yang membuat jiwa anda merasa tenang dan damai. Misalkan anda melakukan kegiatan yang anda sukai, memasak, berkebun, membaca buku, belajar, menonton film dan having time with family. Penjelasan ini berakhir dan semoga artikel ini bermanfaat, terimakasih.
Oke segitu dulu yaaa, dadaaaa.
Nubdati Ikromah
Komentar
Posting Komentar